Rasa gembira luar biasa setiap penulis yang tahun kerjanya sudah panjang, adalah menyaksikan karyanya diterbitkan sebagai himpunan. Dengan demikian gagasan yang bertebaran di berbagai penerbitan, selama tahun-tahun tersebut dapatlah dibaca ulang, dalam bentuk tulisan prosa, puisi dan lirik lagu, melintasi keragaman peristiwa dan sempadan zaman.
Penulis ini berterima kasih sedalam-dalamnya kepada istrinya dan keluarga, kepada seluruh sahabat-sahabatnya yang bertungkus-lumus, bersusah-payah menghimpun dan merapikan himpunan tulisan ½ abad lebih ini, kepada para dermawan pendana sehingga memungkinkan terbit semuanya.
Sepanjang perjalanan penulisan, pada saat ini berjangka 55 tahun sudah, pertanyaan dalam diri saya berulang kali adalah, apa sebenarnya yang saya inginkan dari semua yang dikerjakan selama ini berlelah-lelah?
Pertama-tama perlu diketahui dulu, di mana posisi saya gerangan? Dalam garis bujur dan lintang geografi, berapa angka basis dan ordinat saya? Ternyata ranah permukiman saya adalah anggota dari sebuah noktah geologi dari beberapa juta galaksi alam semesta ini. Noktah ini, sebuah titik benda angkasa bernama bumi, beredar dengan setia di garis melengkung yang jelas, eksak dan rapi dalam satu gugus galaksi, berlayar di angkasa raya berjuta tahun sudah lamanya. Dalam titik ini saya adalah sebutir zarrah, sebutir debu yang bertengger di permukaannya.
Kemudian, sesudah debu ini mengetahui posisinya di atas titik bernama bumi ini, seperti bermilyar-milyar debu lainnya, bekerja dan bertugaslah dia. Debu yang satu ini mula-mula berfungsi sebagai anak debu, lalu suami debu, ayah debu, warganegara debu, dan mengerjakan sastra debu.
Debu yang luar biasa kagum pada penciptaan konstelasi galaksi angkasa raya seisinya dan luar biasa bersyukur memperoleh kesempatan menjadi debu di atas titik planit bernama bumi ini, menghadapkan seluruh eksistensinya dalam bentuk sujud ke arah Sang Maha Pencipta Alam Semesta ini.
Sastra zarrahnya, sastra debunya, yang sadar terhadap lingkungan planit dan galaksinya, berikhtiar menanamkan akar ke dalam bumi, akar tunjang sekali gus akar serabut, kemudian menumbuhkan pohon, dahan, ranting, putik dan daunnya tinggi menjulang ke atas sana. Dia memerlukan cahaya matahari, cuaca, kesuburan tanah dan pupuk organik-inorganik. Dia tahu langit tak akan tercapai, paling banyak hanya tergapai.
Sastra zarrahnya, sastra debunya berikhtiar menuliskan Kalimat Yang Baik Dan Indah, dengan ibarat pohon yang ditanamnya ini, yang rimbun daunnya diharapkan meneduhi musafir lewat serta menyubur-kan pohon-pohon lain pula. Pohon yang mudah-mudahan menyajikan buah pada setiap musim, seizin Sang Maha Pencipta Musim. Buah yang ranum lezat bermanfaat bagi lingkungan masyarakat sekitar pohon itu.
Setelah dimensi ruangnya jelas, kini bagaimana dengan dimensi waktunya? Ternyata tak panjang masa tumbuh dan panennya, tak sampai tiga digit, dua digit cuma. Ukuran tahun cahaya angkasa raya sama sekali tak berlaku baginya, bahkan kesempatan bercahaya pun belum tentu diperolehnya, semisal ekor bintang, walau beberapa kejap mata sahaja.
Merenungkan ini semua, maka tukang kebun ini menyerahkan tanamannya yang sudah jadi ini kepada Sang Maha Pencipta Pohon Semua Planit di Galaksi Angkasa Raya, memohonkan keampunan atas segala cacat-cela kekurangan kerja pertukangannya seraya bersujud dalam rasa syukur tiada habis-habisnya.
LABEL: About, Chairil, Anwar, Chrisye, Cinta, Efek Rumah Kaca, Galeri Abstrak, Kehidupan, Musik, Puisi, Remy Sylado, Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Taufiq Ismail, Tulisan, W.S. Rendra,Wiji thukul
Penulis ini berterima kasih sedalam-dalamnya kepada istrinya dan keluarga, kepada seluruh sahabat-sahabatnya yang bertungkus-lumus, bersusah-payah menghimpun dan merapikan himpunan tulisan ½ abad lebih ini, kepada para dermawan pendana sehingga memungkinkan terbit semuanya.
Sepanjang perjalanan penulisan, pada saat ini berjangka 55 tahun sudah, pertanyaan dalam diri saya berulang kali adalah, apa sebenarnya yang saya inginkan dari semua yang dikerjakan selama ini berlelah-lelah?
Pertama-tama perlu diketahui dulu, di mana posisi saya gerangan? Dalam garis bujur dan lintang geografi, berapa angka basis dan ordinat saya? Ternyata ranah permukiman saya adalah anggota dari sebuah noktah geologi dari beberapa juta galaksi alam semesta ini. Noktah ini, sebuah titik benda angkasa bernama bumi, beredar dengan setia di garis melengkung yang jelas, eksak dan rapi dalam satu gugus galaksi, berlayar di angkasa raya berjuta tahun sudah lamanya. Dalam titik ini saya adalah sebutir zarrah, sebutir debu yang bertengger di permukaannya.
Kemudian, sesudah debu ini mengetahui posisinya di atas titik bernama bumi ini, seperti bermilyar-milyar debu lainnya, bekerja dan bertugaslah dia. Debu yang satu ini mula-mula berfungsi sebagai anak debu, lalu suami debu, ayah debu, warganegara debu, dan mengerjakan sastra debu.
Debu yang luar biasa kagum pada penciptaan konstelasi galaksi angkasa raya seisinya dan luar biasa bersyukur memperoleh kesempatan menjadi debu di atas titik planit bernama bumi ini, menghadapkan seluruh eksistensinya dalam bentuk sujud ke arah Sang Maha Pencipta Alam Semesta ini.
Sastra zarrahnya, sastra debunya, yang sadar terhadap lingkungan planit dan galaksinya, berikhtiar menanamkan akar ke dalam bumi, akar tunjang sekali gus akar serabut, kemudian menumbuhkan pohon, dahan, ranting, putik dan daunnya tinggi menjulang ke atas sana. Dia memerlukan cahaya matahari, cuaca, kesuburan tanah dan pupuk organik-inorganik. Dia tahu langit tak akan tercapai, paling banyak hanya tergapai.
Sastra zarrahnya, sastra debunya berikhtiar menuliskan Kalimat Yang Baik Dan Indah, dengan ibarat pohon yang ditanamnya ini, yang rimbun daunnya diharapkan meneduhi musafir lewat serta menyubur-kan pohon-pohon lain pula. Pohon yang mudah-mudahan menyajikan buah pada setiap musim, seizin Sang Maha Pencipta Musim. Buah yang ranum lezat bermanfaat bagi lingkungan masyarakat sekitar pohon itu.
Setelah dimensi ruangnya jelas, kini bagaimana dengan dimensi waktunya? Ternyata tak panjang masa tumbuh dan panennya, tak sampai tiga digit, dua digit cuma. Ukuran tahun cahaya angkasa raya sama sekali tak berlaku baginya, bahkan kesempatan bercahaya pun belum tentu diperolehnya, semisal ekor bintang, walau beberapa kejap mata sahaja.
Merenungkan ini semua, maka tukang kebun ini menyerahkan tanamannya yang sudah jadi ini kepada Sang Maha Pencipta Pohon Semua Planit di Galaksi Angkasa Raya, memohonkan keampunan atas segala cacat-cela kekurangan kerja pertukangannya seraya bersujud dalam rasa syukur tiada habis-habisnya.
LABEL: About, Chairil, Anwar, Chrisye, Cinta, Efek Rumah Kaca, Galeri Abstrak, Kehidupan, Musik, Puisi, Remy Sylado, Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Taufiq Ismail, Tulisan, W.S. Rendra,Wiji thukul